SEBA: Tradisi Masyarakat Baduy Dalam
"Lojor
henteu beunang dipotong, pendek henteu beunang disambung"
(panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung).
(panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung).
Filosofi itulah hingga kini tetap aktual bagi komunitas
Baduy dipedalaman Lebak yang merayakan tradisi upacara Seba sebagai wujud
ungkapan syukur kepada Bapak Bapak Gede (Bupati atau kepala pemerintahan
daerah).
Perayaan adat Seba, menurut warga Baduy, merupakan
peninggalan leluhur tetua (Kokolot) yang harus dilaksanakan sekali dalam setiap
tahun. Acara itu digelar setelah musim panen ladang huma, bahkan tradisi sudah
berlangsung ratusan tahun sejak zaman Kesultanan Banten di Kabupaten Serang.
Seba itu sediri merupakan menyerahan hasil tani atau
hasil bumi pada pemerintah setempat yang biasa kita sebut dengan upeti pada
kerajaan, itu semua merupakan rasa syukur masyarakat baduy luar dan baduy dalam
karena mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah, kegiatan seba ini tanpa ada
paksaan dari manapun masyarakat baduy luar yang dipimpin oleh Jaro maupun baduy
dalam yang dipimpin oleh Puun, bersama-sama berbondong-bondong membawa hasil
tani tersebut pada pemerintahan.
Kawasan Baduy yang menghuni lahan seluas 5.108 hektare
itu, dan seluas 3.000 hektare di hutan lindung dalam acara Seba tersebut meminta
perlindungan kepada Bupati dan aparat pemerintah daerah sehingga masyarakat
Baduy merasa aman dan damai. Kejadian pemerkosaan dan penyerobotan tanah ulayat
yang menimpa warga Baduy tahun lalu, jangan sampai terulang kembali. Demikian
permintaan warga Baduy dalam acara Seba tersebut. Panggilan kewajiban Seba
begitu sakral, karena prosesi itu titipan dari Lembaga Adat Baduy dari leluhur
hingga dijalankan para generasi penerusnya. Malam itu, ribuan warga Baduy
memadati pelataran Pendopo tampak hening dan khusyu tak ada satu pun
orang-orang yang bercanda atau mengganggu acara tersebut.
Baduy Dalam, berseragam serba putih-putih hingga kini
masih mempertahankan adat mereka. Baduy Dalam pergi kemana-mana selalu ditempuh
berjalan kaki. Mereka tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan, termasuk
mengikuti upacara Seba dengan berjakan kaki sepanjang 50 Km. Bagi Baduy Luar
yang berseragam hitam-hitam kehidupannya lebih modern, dan mereka kemana-kemana
menggunakan kendaraan bahkan di zaman sekarang ini juga banyak warga Baduy Luar
memiliki telepon seluler (ponsel).
Prosesi upacara Seba suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan dan menjadikan ketetapan Lembaga Adat Masyarakat Baduy yang
diterapkan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Seba
merupakan tradisi masyarakat Baduy yang menunjukkan kebersamaan dan persatuan.
Maka itu, budaya ini harus dilestarikan agar tidak punah. Sebenarnya, inti Seba
adalah silaturahmi masyarakat Baduy kepada pemimpin daerah dengan menyerahkan
laksa, intisari padi hasil panen seluruh warga Baduy yang disatukan dan
dikeringkan. Laksa adalah simbol utuhnya keluarga Baduy. Bila laksa sudah
diserahkan dan disantap pemimpin daerah, itu artinya seluruh jiwa dan harapan
warga Baduy telah diberikan secara resmi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar