Selasa, 12 Januari 2016

SEBA: Tradisi Masyarakat Baduy Dalam

SEBA: Tradisi Masyarakat Baduy Dalam


"Lojor henteu beunang dipotong, pendek henteu beunang disambung"
(panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung).

Filosofi itulah hingga kini tetap aktual bagi komunitas Baduy dipedalaman Lebak yang merayakan tradisi upacara Seba sebagai wujud ungkapan syukur kepada Bapak Bapak Gede (Bupati atau kepala pemerintahan daerah). 
Perayaan adat Seba, menurut warga Baduy, merupakan peninggalan leluhur tetua (Kokolot) yang harus dilaksanakan sekali dalam setiap tahun. Acara itu digelar setelah musim panen ladang huma, bahkan tradisi sudah berlangsung ratusan tahun sejak zaman Kesultanan Banten di Kabupaten Serang.
Seba itu sediri merupakan menyerahan hasil tani atau hasil bumi pada pemerintah setempat yang biasa kita sebut dengan upeti pada kerajaan, itu semua merupakan rasa syukur masyarakat baduy luar dan baduy dalam karena mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah, kegiatan seba ini tanpa ada paksaan dari manapun masyarakat baduy luar yang dipimpin oleh Jaro maupun baduy dalam yang dipimpin oleh Puun, bersama-sama berbondong-bondong membawa hasil tani tersebut pada pemerintahan.
Kawasan Baduy yang menghuni lahan seluas 5.108 hektare itu, dan seluas 3.000 hektare di hutan lindung dalam acara Seba tersebut meminta perlindungan kepada Bupati dan aparat pemerintah daerah sehingga masyarakat Baduy merasa aman dan damai. Kejadian pemerkosaan dan penyerobotan tanah ulayat yang menimpa warga Baduy tahun lalu, jangan sampai terulang kembali. Demikian permintaan warga Baduy dalam acara Seba tersebut. Panggilan kewajiban Seba begitu sakral, karena prosesi itu titipan dari Lembaga Adat Baduy dari leluhur hingga dijalankan para generasi penerusnya. Malam itu, ribuan warga Baduy memadati pelataran Pendopo tampak hening dan khusyu tak ada satu pun orang-orang yang bercanda atau mengganggu acara tersebut.
Baduy Dalam, berseragam serba putih-putih hingga kini masih mempertahankan adat mereka. Baduy Dalam pergi kemana-mana selalu ditempuh berjalan kaki. Mereka tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan, termasuk mengikuti upacara Seba dengan berjakan kaki sepanjang 50 Km. Bagi Baduy Luar yang berseragam hitam-hitam kehidupannya lebih modern, dan mereka kemana-kemana menggunakan kendaraan bahkan di zaman sekarang ini juga banyak warga Baduy Luar memiliki telepon seluler (ponsel).
Prosesi upacara Seba suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dan menjadikan ketetapan Lembaga Adat Masyarakat Baduy yang diterapkan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Seba merupakan tradisi masyarakat Baduy yang menunjukkan kebersamaan dan persatuan. Maka itu, budaya ini harus dilestarikan agar tidak punah. Sebenarnya, inti Seba adalah silaturahmi masyarakat Baduy kepada pemimpin daerah dengan menyerahkan laksa, intisari padi hasil panen seluruh warga Baduy yang disatukan dan dikeringkan. Laksa adalah simbol utuhnya keluarga Baduy. Bila laksa sudah diserahkan dan disantap pemimpin daerah, itu artinya seluruh jiwa dan harapan warga Baduy telah diberikan secara resmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Konsep Dasar, Tujuan, dan Fungsi Filsafat Ilmu dalam Pendidikan Dasar

Filsafat ilmu dalam konteks pendidikan dasar hadir sebagai upaya untuk menanamkan benih-benih berpikir kritis dan rasional sejak usia din...