Sabtu, 31 Oktober 2015

Sejarah Filsafat Barat

SEJARAH FILSAFAT BARAT

Dalam mempelajari filsafat, ada beberapa pendekatan yang biasanya dilakukan. Salah satunya ialah dengan pendekatan sejarah. Dilihat dari pendekatan historis, ilmu filsafat dipahami melalui sejarah perkembangan pemikiran filsafat. Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya.
Di samping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern digantikan dengan ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna.
Sejarah filsafat dapat diperiodisasi ke dalam empat periode yaitu :
  1. Tahap/masa Yunani kuno (Abad ke-6 S.M sampai akhir abad ke-3 S.M)
  2. Tahap/masa Abad Pertengahan (akhir abad ke-3 S.M sampai awal abad ke-15 Masehi)
  3. Tahap/masa Modern (akhir abad ke-15 M sampai abad ke-19 Masehi)  
  4. Tahap/masa Filsafat kontemporer (abad ke-20 Masehi) 
Sementara itu K. Bertens dalam bukunya Ringkasan Sejarah Filsafat (1976) menyusun topik-topik pembahasannya sebagi berikut :
1.        Masa Purba Yunani
2.        Masa Patristik dan Abad pertengahan
3.        Masa Modern
Pembagian periodisasi yang nampaknya lebih rinci, dikemukakan oleh Susane K. Langer yang membagi sejarah filsafat ke dalam enam tahapan yaitu :
1.        Yunani Kuno  600 SM)
2.        Filsuf-filsuf Manusia Yunani
3.        Abad Pertengahan (300 SM –1300M)
4.        Filsafat Modern (17-19 M)
5.        Positivisme (Abad 20 M)
6.        Alam Simbolis
Kemudian Gahral Adian menambahkan kepada enam tahapan tersebut dengan satu tahapan lagi yaitu  Post Modernisme. Meskipun terdapat perbedaan dalam periodisasi sejarah filsafat, namun semua itu nampaknya lebih menunjukan perincian dengan menggunakan sifat pemikiran serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat.
Secara garis besar, perkembangan sejarah filsafat dibagi dalam lima tahap:
1.      Filsafat Yunani Klasik/Kuno
2.      Filsafat Yunani
3.      Filsafat Abad Pertengahan
4.      Filsafat Modern
5.      Filsafat Posmodern


A.                SEJARAH FILSAFAT BARAT
a)                  Yunani Klasik/Kuno
  Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani.
Kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan di Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari agama dan politik secara bersamaan terhadap agama. Peran agama dimasa modern digantikan ilmu-ilmu positif Pada masa Yunani kuno, filsafat secara umum sangat dominan, meski harus diakui bahwa agama masih kelihatan memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap permulaan, yaitu pada masa Thales (640-545 SM ).
Demikian juga Phitagoras (572-500 SM ) belum murni rasional. Pada masa Yunani Klasik, pertanyaan-pertanyaan yang berkembang adalah pertanyaan yang berhubungan alam semesta. Ini berangkat dari kekaguman manusia terhadap hal-hal yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh, ketika manusia melihat segala sesuatu yang ada di sekeliling mereka, muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai segala sesuatu itu. Begitupun para filsuf zaman Yunani klasik ini. Mereka mempertanyakan hakikat kehidupan ini. Sebagai contoh, Thales, salah seorang filsuf yang hidup pada masa itu, mendapatkan kesimpulan bahwa penyebab pertama kehidupan adalah air karena ia melihat adanya kehidupan ini karena ada air.
b)                 Yunani
Filsafat zaman Yunani ini diwakili oleh Plato dan Aristoteles. Pada zaman ini, pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan mulai berkembang. Mereka tidak lagi hanya melihat keluar (oustside), akan tetapi juga mulai melihat ke dalam (inside). Persoalan tentang manusia mulai dipertanyakan. Misalnya, apa hakikat manusia? Dari mana manusia berasal? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut lahirlah suatu jawaban. Salah satunya adalah jawaban yang muncul dari Plato, bahwa hakikat manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa. Secara struktur, jiwa lebih tinggi dari tubuh. Menurut Plato, tubuh menjadi penjara jiwa. Jiwa akan bebas ketika ia lepas dari tubuhnya.
Sementara itu, Aristoteles mengatakan hakikat manusia tidak terpisah antara tubuh dan jiwa. Tidak ada yang lebih tinggi secara struktur. Manusia terdiri dari forma dan materi.
Ciri-ciri Filsafat Yunani
1.    Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah seputar pertanyaan hakikat kehidupan
2.    Pertanyaan tentang asal-asul alam (Heraklitos: api, Thales: air)
3.    Pertanyaan asal usul manusia (Aristoteles, dualisme jiwa dan tubuh: Plato)
4.    Berkembang konsep kebenaran (konsep relativitas: Protagoras, konsep objektivitas; Socrates)

c)                  Abad Pertengahan
  Filsafat abad pertengahan lahirnya agama sebagai kekuatan baru. Banyak filsuf yang lahir dari latar belakang rohaniawan. Dengan lahirnya agama-agama sebagai kekuatan baru, wahyu menjadi otoritas dalam. menentukan kebenaran. Sejak gereja (agama) mendominasi, peranan akal (filsafat) menjadi sangat kecil. Karena, gereja telah membelokkan kreatifitas akal dan mengurangi kemampuannya. Pada saat itu, pendidikan diserahkan pada tokoh-tokoh gereja yang dikenal dengan "The Scholastics", sehingga periode ini disebut dengan masa skolastik. Para filosof aliran skolastik menerima doktrin gereja sebagai dasar pandangan filosofisnya. Mereka berupaya memberikan pembenaran apa yang telah diterima dari gereja secara rasional.
Di antara filosof skolastik yang terkenal adalah Augustinus (354-430). Menurutnya, dibalik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini pasti ada yang mengendalikan, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran agama. Kebenaran berpangkal pada aksioma bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan dari yang tidak ada (creatioex nihilo). Kehidupan yang terbaik adalah kehidupan bertapa, dan yang terpenting adalah cinta pada Tuhan.
Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada rumusan Santo Anselmus (1033--1109), yaitu credo utintelligam (saya percaya agar saya paham). Filsafat ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang lebih mendahulukan pengertian dari pada iman.
Ciri-ciri Filsafat Abad Pertengahan:
a.    Filsafat pada abad pertengahan bercampur dengan keyakinan agama
b.    Tuhan dijadikan sebagai pijakan dalam setiap penjelajahan filsafat
c.    Implikasinya terlihat pada kurang berkembangnya rasio
d.   Filsafat yang dikembangkan adalah filsafat ketuhanan
e.    Tokoh-tokoh: Thomas Acquinas dan Santo Agustinus
d)                 Filsafat Modern
  Masa filsafat modern diawali dengan munculnya Renaissance sekitar abad XV dan XVI M, yang bermaksud lepas dari dogma-dogma, akhirnya muncul semangat perubahan dalam kerangka berfikir. Problem utama masa Renaissance, sebagaimana periode skolastik, adalah sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era Renaissance ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai individu maupun sosial.
Diantara filosof masa Renaissance salah satunya adalah Francis Bacon (1561-1626). Ia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi. Meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa Bacon termasuk orang yang membenarkan konsep kebenaran ganda (double truth), yaitu kebenaran akal dan wahyu. Puncak masa Renaissance muncul pada era Rene Descartes (1596-1650) yang dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern dan pelopor aliran Rasionalisme. Argumentasi yang dimajukan bertujuan untuk melepaskan dari kungkungan gereja. Salah satu semboyannya "cogito ergo sum" (saya berpikir maka saya ada). Pernyataan ini sangat terkenal dalam perkembangan pemikiran modern, karena dianggap mengangkat kembali derajat rasio dan pemikiran sebagai indikasi eksistensi setiap individu.
Dalam hal ini, filsafat kembali mendapatkan kejayaannya dan mengalahkan peran agama, karena dengan rasio manusia dapat memperoleh kebenaran. Kemudian  muncul aliran Empirisme, dengan pelopor utamanya, Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Aliran Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan dan pengenalan berasal dari pengalaman, baik pengalaman batiniah maupun lahiriah. Aliran ini juga menekankan pengenalan inderawi sebagai bentuk pengenalan yang sempurna.
Ditengah bergemanya pemikiran rasionalisme dan empirisme, muncul gagasan baru di Inggris, yang kemudian berkembang ke Perancis dan akhirnya ke Jerman. Masa ini dikenal dengan Aufklarung atau Enlightenment atau masa pencerahan sekitar abad XVIII M. Pada masa Aufklarung ini muncul keinginan manusia modern menyingkap misteri dunia dengan kekuatan akal dan kebebasan berpikir. Tokoh filsuf yang sangat mengagungkan kekuatan akal dan dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern adalah Rene Descartes. Pada abad ini dirumuskan adanya keterpisahan rasio dari agama, akal terlepas dari kungkungan gereja, sehingga Voltaire (1694-1778) menyebutnya sebagai the age of reason (zaman penalaran). Sebagai salah satu konsekuensinya adalah supremasi rasio berkembang pesat yang pada gilirannya mendorong berkem bangnya filsafat dan sains.
Periode filsafat modern di Barat menunjukkan adanya pergeseran, segala bentuk dominasi gereja, kependetaan dan anggapan bahwa kitab suci sebagai satu-satunya sumber pengetahuan diporak-porandakan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa abad modern merupakan era pembalasan terhadap zaman skolastik yang didominasi gereja.
Ciri-ciri Filsafat Pencerahan:
1.    Filsafat pencerahan dinilai dari keinginan kembali menggali dari khasanah filsafat Yunani
2.    Masa ini ditandai pula dengan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan manusia
3.    Peradaban I slam membantu filsafat Barat dalam penggalian khasanah filsafat Yunani klasik
4.    Manusia memiliki kebebasan untuk berpikir
e)                  Posmodernisme
  Postmodernisme pada dasarnya merupakan pandangan yang tidak/kurang mempercayai narasi-narasi universal serta kesamaan dalam segala hal, faham ini lebih memberikan tempat pada narasi-narasi kecil dan lokal yang berarti lebih menekankan pada keberagaman dalam memaknai kehidupan.
Filsafat postmodern ditandai dengan keinginan untuk mendobrak sifat-sifat filsafat modern yang mengagungkan keuniversalitasan, kebenaran tunggal, dan kebebasnilaian. Karena itu, filsafat postmodern sangat mengagungkan nilai-nilai relativitas dan mininarasi, berbeda dengan filsafat modern yang mengagungkan narasi-narasi besar. Filsafat postmodern cenderung lebih beragam dalam hal pemikirian.
Pada awal abad XX, di Inggris dan Amerika muncul aliran Pragmatisme yang dipelopori oleh William James (1842-1910). Sebenarnya, Pragmatisme awalnya diperkenalkan oleh C.S. Pierce (1839-1914). Menurutnya, kepercayaan menghasilkan kebiasaan, dan berbagai kepercayaan dapat dibedakan dengan membandingkan kebiasaan yang dihasilkan. Oleh karena itu, kepercayaan adalah aturan bertindak. William James berpendapat bahwa teori adalah alat untuk memecahkan masalah dalam pengalaman hidup manusia. Karena itu, teori dianggap benar, jika teori berfungsi bagi kehidupan manusia. Sedangkan agama, menurutnya, mempunyai arti sebagai perasaan (feelings), tindakan (acts) dan pengalaman individu manusia ketika mencoba memahami hubungan dan posisinya dihadapan apa yang mereka anggap suci. Dengan demikian, keagamaan bersifat unik dan membuat individu menyadari bahwa dunia merupakan bagian dari system spiritual yang dengan sendirinya memberi nilai bagi atau kepadanya. Agak berbeda dengan William James, tokoh Pragmatisme lainnya, John Dewey (1859-1952) menyatakan bahwa tugas filsafat yang terpenting adalah memberikan pengarahan pada perbuatan manusia dalam praktek hidup yang harus berpijak pada pengalaman.
Pada saat yang bersamaan, juga berkembang aliran Fenomenologi di Jerman yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938). Menurutnya, untuk mendapatkan pengetahuan yang benar ialah dengan menggunakan intuisi langsung, karena dapat dijadikan kriteria terakhir dalam filsafat. Baginya, Fenomenologi sebenarnya merupakan teori tentang fenomena; ia mempelajari apa yang tampak atau yang menampakkan diri.
Pada abad tersebut juga lahir aliran Eksistensialisme yang dirintis oleh Soren Kierkegaard (1813-1855). Tokoh terpenting dalam aliran ini adalah Jean Paul Sartre (1905-1980) yang berpandangan atheistik. Menurutnya, Tuhan tidak ada, atau sekurang-kurangnya manusia bukan ciptaan Tuhan. Eksistensi manusia mendahului esensinya; manusia bebas menentukan semuanya untuk dirinya dan untuk seluruh manusia.
Ciri-ciri filsafat postmodern
1.    Sebagai reaksi dari berkembangnya pemikiran filsafat modern
2.    Pemikiran posmodern mengkritisi logosentrisme filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrumen utama
3.    Filsafat posmodern berkembang dalam dua jalur:
-       filsafat holistik
-       filsafat dekonstruksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Konsep Dasar, Tujuan, dan Fungsi Filsafat Ilmu dalam Pendidikan Dasar

Filsafat ilmu dalam konteks pendidikan dasar hadir sebagai upaya untuk menanamkan benih-benih berpikir kritis dan rasional sejak usia din...