SEJARAH FILSAFAT BARAT
Dalam mempelajari filsafat, ada
beberapa pendekatan yang biasanya dilakukan. Salah satunya ialah dengan
pendekatan sejarah. Dilihat dari pendekatan historis, ilmu filsafat dipahami
melalui sejarah perkembangan pemikiran filsafat. Menurut catatan sejarah,
filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika
mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM.
Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk mempergunakan akal
dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat
berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan
masa berikutnya.
Di samping menempatkan filsafat
sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup,
meskipun memang harus diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang
surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme
gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama. Peran
agama di masa modern digantikan dengan ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat
mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali melirik
kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna.
Sejarah filsafat dapat diperiodisasi ke dalam empat periode
yaitu :
- Tahap/masa Yunani kuno (Abad ke-6 S.M sampai akhir abad ke-3 S.M)
- Tahap/masa Abad Pertengahan (akhir abad ke-3 S.M sampai awal abad ke-15 Masehi)
- Tahap/masa Modern (akhir abad ke-15 M sampai abad ke-19 Masehi)
- Tahap/masa Filsafat kontemporer (abad ke-20 Masehi)
Sementara itu K. Bertens dalam bukunya Ringkasan
Sejarah Filsafat (1976) menyusun topik-topik pembahasannya sebagi berikut :
1.
Masa
Purba Yunani
2.
Masa
Patristik dan Abad pertengahan
3.
Masa
Modern
Pembagian periodisasi yang nampaknya lebih rinci,
dikemukakan oleh Susane K. Langer yang membagi sejarah filsafat ke dalam
enam tahapan yaitu :
1.
Yunani
Kuno 600 SM)
2.
Filsuf-filsuf
Manusia Yunani
3.
Abad
Pertengahan (300 SM –1300M)
4.
Filsafat
Modern (17-19 M)
5.
Positivisme
(Abad 20 M)
6.
Alam
Simbolis
Kemudian Gahral Adian
menambahkan kepada enam tahapan tersebut dengan satu tahapan lagi yaitu Post
Modernisme. Meskipun terdapat perbedaan dalam periodisasi sejarah filsafat,
namun semua itu nampaknya lebih menunjukan perincian dengan menggunakan sifat
pemikiran serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat.
Secara garis besar, perkembangan
sejarah filsafat dibagi dalam lima tahap:
1. Filsafat Yunani Klasik/Kuno
2. Filsafat Yunani
3. Filsafat Abad Pertengahan
4. Filsafat Modern
5. Filsafat Posmodern
A.
SEJARAH FILSAFAT BARAT
a)
Yunani
Klasik/Kuno
Bangsa Yunani
merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir.
Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya
tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani.
Kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan di Yunani
sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan
tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone
berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan
mereka dari agama dan politik secara bersamaan terhadap agama. Peran agama
dimasa modern digantikan ilmu-ilmu positif Pada masa Yunani kuno, filsafat
secara umum sangat dominan, meski harus diakui bahwa agama masih kelihatan
memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap permulaan, yaitu pada masa Thales
(640-545 SM ).
Demikian juga Phitagoras (572-500 SM
) belum murni rasional. Pada masa Yunani Klasik, pertanyaan-pertanyaan yang
berkembang adalah pertanyaan yang berhubungan alam semesta. Ini berangkat dari
kekaguman manusia terhadap hal-hal yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh,
ketika manusia melihat segala sesuatu yang ada di sekeliling mereka, muncul
pertanyaan-pertanyaan mengenai segala sesuatu itu. Begitupun para filsuf zaman
Yunani klasik ini. Mereka mempertanyakan hakikat kehidupan ini. Sebagai contoh,
Thales, salah seorang filsuf yang hidup pada masa itu, mendapatkan kesimpulan
bahwa penyebab pertama kehidupan adalah air karena ia melihat adanya kehidupan
ini karena ada air.
b)
Yunani
Filsafat zaman Yunani ini diwakili
oleh Plato dan Aristoteles. Pada zaman ini, pertanyaan-pertanyaan tentang
kehidupan mulai berkembang. Mereka tidak lagi hanya melihat keluar (oustside),
akan tetapi juga mulai melihat ke dalam (inside). Persoalan tentang manusia
mulai dipertanyakan. Misalnya, apa hakikat
manusia? Dari mana manusia berasal? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut
lahirlah suatu jawaban. Salah satunya adalah jawaban yang muncul dari Plato,
bahwa hakikat manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa. Secara struktur, jiwa
lebih tinggi dari tubuh. Menurut Plato, tubuh menjadi penjara jiwa. Jiwa akan
bebas ketika ia lepas dari tubuhnya.
Sementara itu, Aristoteles mengatakan hakikat manusia tidak
terpisah antara tubuh dan jiwa. Tidak ada yang lebih tinggi secara struktur.
Manusia terdiri dari forma dan materi.
Ciri-ciri Filsafat Yunani
1. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
adalah seputar pertanyaan hakikat kehidupan
2. Pertanyaan tentang asal-asul alam
(Heraklitos: api, Thales: air)
3. Pertanyaan asal usul manusia
(Aristoteles, dualisme jiwa dan tubuh: Plato)
4.
Berkembang konsep kebenaran (konsep
relativitas: Protagoras, konsep objektivitas; Socrates)
c)
Abad
Pertengahan
Filsafat abad
pertengahan lahirnya agama sebagai kekuatan baru. Banyak filsuf yang lahir dari
latar belakang rohaniawan. Dengan lahirnya agama-agama sebagai kekuatan baru,
wahyu menjadi otoritas dalam. menentukan kebenaran. Sejak gereja (agama)
mendominasi, peranan akal (filsafat) menjadi sangat kecil. Karena, gereja telah
membelokkan kreatifitas akal dan mengurangi kemampuannya. Pada saat itu,
pendidikan diserahkan pada tokoh-tokoh gereja yang dikenal dengan "The
Scholastics", sehingga periode ini disebut dengan masa skolastik. Para
filosof aliran skolastik menerima doktrin gereja sebagai dasar pandangan
filosofisnya. Mereka berupaya memberikan pembenaran apa yang telah diterima
dari gereja secara rasional.
Di antara filosof skolastik yang terkenal adalah Augustinus
(354-430). Menurutnya, dibalik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini
pasti ada yang mengendalikan, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran
agama. Kebenaran berpangkal pada aksioma bahwa segala sesuatu diciptakan oleh
Tuhan dari yang tidak ada (creatioex nihilo). Kehidupan yang terbaik adalah
kehidupan bertapa, dan yang terpenting adalah cinta pada Tuhan.
Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada
rumusan Santo Anselmus (1033--1109), yaitu credo utintelligam (saya percaya
agar saya paham). Filsafat ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional
yang lebih mendahulukan pengertian dari pada iman.
Ciri-ciri Filsafat Abad Pertengahan:
a. Filsafat pada abad pertengahan
bercampur dengan keyakinan agama
b. Tuhan dijadikan sebagai pijakan dalam
setiap penjelajahan filsafat
c. Implikasinya terlihat pada kurang
berkembangnya rasio
d. Filsafat yang dikembangkan adalah
filsafat ketuhanan
e.
Tokoh-tokoh: Thomas Acquinas dan
Santo Agustinus
d)
Filsafat
Modern
Masa filsafat modern
diawali dengan munculnya Renaissance sekitar abad XV dan XVI M, yang bermaksud
lepas dari dogma-dogma, akhirnya muncul semangat perubahan dalam kerangka
berfikir. Problem utama masa Renaissance, sebagaimana periode skolastik, adalah
sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era Renaissance ditandai
dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai
individu maupun sosial.
Diantara filosof masa Renaissance salah satunya adalah
Francis Bacon (1561-1626). Ia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari
teologi. Meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi
ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya
dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada
penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa Bacon termasuk orang yang membenarkan
konsep kebenaran ganda (double truth), yaitu kebenaran akal dan wahyu. Puncak
masa Renaissance muncul pada era Rene Descartes (1596-1650) yang dianggap
sebagai Bapak Filsafat Modern dan pelopor aliran Rasionalisme. Argumentasi yang
dimajukan bertujuan untuk melepaskan dari kungkungan gereja. Salah satu
semboyannya "cogito ergo sum" (saya berpikir maka saya ada).
Pernyataan ini sangat terkenal dalam perkembangan pemikiran modern, karena
dianggap mengangkat kembali derajat rasio dan pemikiran sebagai indikasi
eksistensi setiap individu.
Dalam hal ini, filsafat kembali mendapatkan kejayaannya dan
mengalahkan peran agama, karena dengan rasio manusia dapat memperoleh
kebenaran. Kemudian muncul aliran
Empirisme, dengan pelopor utamanya, Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke
(1632-1704). Aliran Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan dan pengenalan
berasal dari pengalaman, baik pengalaman batiniah maupun lahiriah. Aliran ini
juga menekankan pengenalan inderawi sebagai bentuk pengenalan yang sempurna.
Ditengah bergemanya pemikiran rasionalisme dan empirisme,
muncul gagasan baru di Inggris, yang kemudian berkembang ke Perancis dan
akhirnya ke Jerman. Masa ini dikenal dengan Aufklarung atau Enlightenment atau
masa pencerahan sekitar abad XVIII M. Pada masa Aufklarung ini muncul keinginan
manusia modern menyingkap misteri dunia dengan kekuatan akal dan kebebasan
berpikir. Tokoh filsuf yang sangat mengagungkan kekuatan akal dan dianggap
sebagai Bapak Filsafat Modern adalah Rene Descartes. Pada abad ini dirumuskan
adanya keterpisahan rasio dari agama, akal terlepas dari kungkungan gereja,
sehingga Voltaire (1694-1778) menyebutnya sebagai the age of reason (zaman
penalaran). Sebagai salah satu konsekuensinya adalah supremasi rasio berkembang
pesat yang pada gilirannya mendorong berkem bangnya filsafat dan sains.
Periode filsafat modern di Barat menunjukkan adanya
pergeseran, segala bentuk dominasi gereja, kependetaan dan anggapan bahwa kitab
suci sebagai satu-satunya sumber pengetahuan diporak-porandakan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa abad modern merupakan era pembalasan terhadap
zaman skolastik yang didominasi gereja.
Ciri-ciri Filsafat Pencerahan:
1.
Filsafat pencerahan dinilai dari
keinginan kembali menggali dari khasanah filsafat Yunani
2.
Masa ini ditandai pula dengan
penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan manusia
3.
Peradaban I slam membantu filsafat
Barat dalam penggalian khasanah filsafat Yunani klasik
4. Manusia memiliki kebebasan untuk
berpikir
e)
Posmodernisme
Postmodernisme pada dasarnya merupakan
pandangan yang tidak/kurang mempercayai narasi-narasi universal serta kesamaan
dalam segala hal, faham ini lebih memberikan tempat pada narasi-narasi kecil
dan lokal yang berarti lebih menekankan pada keberagaman dalam memaknai
kehidupan.
Filsafat postmodern ditandai dengan keinginan untuk
mendobrak sifat-sifat filsafat modern yang mengagungkan keuniversalitasan,
kebenaran tunggal, dan kebebasnilaian. Karena itu, filsafat postmodern sangat
mengagungkan nilai-nilai relativitas dan mininarasi, berbeda dengan filsafat
modern yang mengagungkan narasi-narasi besar. Filsafat postmodern cenderung
lebih beragam dalam hal pemikirian.
Pada awal abad XX, di Inggris dan Amerika muncul aliran
Pragmatisme yang dipelopori oleh William James (1842-1910). Sebenarnya,
Pragmatisme awalnya diperkenalkan oleh C.S. Pierce (1839-1914). Menurutnya,
kepercayaan menghasilkan kebiasaan, dan berbagai kepercayaan dapat dibedakan
dengan membandingkan kebiasaan yang dihasilkan. Oleh karena itu, kepercayaan
adalah aturan bertindak. William James berpendapat bahwa teori adalah alat
untuk memecahkan masalah dalam pengalaman hidup manusia. Karena itu, teori
dianggap benar, jika teori berfungsi bagi kehidupan manusia. Sedangkan agama,
menurutnya, mempunyai arti sebagai perasaan (feelings), tindakan (acts) dan
pengalaman individu manusia ketika mencoba memahami hubungan dan posisinya dihadapan
apa yang mereka anggap suci. Dengan demikian, keagamaan bersifat unik dan
membuat individu menyadari bahwa dunia merupakan bagian dari system spiritual
yang dengan sendirinya memberi nilai bagi atau kepadanya. Agak berbeda dengan
William James, tokoh Pragmatisme lainnya, John Dewey (1859-1952) menyatakan
bahwa tugas filsafat yang terpenting adalah memberikan pengarahan pada
perbuatan manusia dalam praktek hidup yang harus berpijak pada pengalaman.
Pada saat yang bersamaan, juga berkembang aliran
Fenomenologi di Jerman yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Menurutnya, untuk mendapatkan pengetahuan yang benar ialah dengan menggunakan
intuisi langsung, karena dapat dijadikan kriteria terakhir dalam filsafat.
Baginya, Fenomenologi sebenarnya merupakan teori tentang fenomena; ia
mempelajari apa yang tampak atau yang menampakkan diri.
Pada abad tersebut juga lahir aliran
Eksistensialisme yang dirintis oleh Soren Kierkegaard (1813-1855). Tokoh terpenting dalam aliran ini
adalah Jean Paul Sartre (1905-1980) yang berpandangan atheistik. Menurutnya,
Tuhan tidak ada, atau sekurang-kurangnya manusia bukan ciptaan Tuhan.
Eksistensi manusia mendahului esensinya; manusia bebas menentukan semuanya
untuk dirinya dan untuk seluruh manusia.
Ciri-ciri filsafat postmodern
1.
Sebagai reaksi dari berkembangnya
pemikiran filsafat modern
2.
Pemikiran posmodern mengkritisi
logosentrisme filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrumen
utama
3.
Filsafat posmodern berkembang dalam
dua jalur:
-
filsafat holistik
- filsafat dekonstruksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar