Berfikir Adalah Mimpi
Malam kemarin terasa
panjang. Mimpi terasa begitu nyata. Ia hadir terus, bahkan ketika tidur telah
berakhir. Jejaknya menempel sebagai ingatan yang mencabut diri dari saat ini.
Banyak orang sulit membedakan mimpi sebagai kenyataan. Mereka
mengira, mimpi adalah pertanda. Bahkan tak sedikit yang mengira, mimpi adalah realita.
Sigmund Freud, bapak psikoanalisis asal Jerman, juga melakukan penelitian
tentang tafsir mimpi (Traumdeutung).
Sejenak, kita bisa
sadar. Oh, itu hanya mimpi. Kesadaran ini memutus mimpi, dan membangunkan kita
ke kenyataan. Jejaknya pun berlalu, dan sekedar meninggalkan sejumput ingatan.
Berpikir dan Bermimpi
Jika diperhatikan,
pengalaman bermimpi ini sama seperti pengalaman berpikir. Kita membangun
gambaran, konsep dan cerita di kepala kita, lalu mengiranya sebagai nyata.
Namun, setelah diteliti lebih dalam, gambaran itu ternyata salah. Mirip seperti
mimpi, ia pun segera berlalu, dan hanya menyisakan setitik ingatan.
Ketika berpikir, kita
membangun konsep. Proses ini seringkali terjadi begitu cepat, tanpa disadari.
Kita mulai menilai dan memisahkan. Peristiwa, yang sejatinya adalah peristiwa
netral, kini mendapat label baik atau buruk, benar atau salah, nyaman atau tidak
nyaman dan sebagainya.
Konsep ini lalu
berubah, ketika mendapatkan pengalaman atau pengetahuan baru. Kadang, ia lenyap
sama sekali. Dalam konteks lain, ia membesar, karena terus terbuktikan oleh
pengalaman. Dalam kesempatan lain, konsep yang baru pun lahir.
Kenyataan dan Penderitaan
Konsep ini begitu
nyata dan kuat. Sama seperti mimpi yang terasa begitu nyata, kita lalu mengira
konsep sebagai kenyataan. Kita menganggapnya sebagai kebenaran. Ketika kita
mengira konsep adalah kenyataan, dititik itu pula, kita memasuki pintu
penderitaan.
Sejatinya, sama
seperti mimpi, konsep bukanlah kenyataan. Ia adalah sebentuk abstraksi yang
dihasilkan oleh pikiran manusia. Ketika sebuah peristiwa kita bungkus dalam
konsep, ketika itu pula, ia bukan lagi kenyataan. Konsep memisahkan kita dari
kenyataan, dan mengurung kita ke dalam kesalahpahaman.
Mengira konsep sebagai
kenyataan adalah salah satu kesalahan terbesar di dalam hidup kita. Ini sama
seperti mengira, bahwa mimpi adalah realita. Kita menderita, ketika kita tercabut
dari kenyataan, dan terkurung di dalam konsep. Ini sama seperti penderitaan
yang kita alami, ketika kita hidup dalam mimpi.
Pengaruhnya juga
terasa di dalam hubungan dengan orang lain. Orang yang mengira konsep di dalam
kepalanya benar biasanya akan cenderung berselisih pendapat dengan orang lain,
yang juga mengira pikirannya adalah kenyataan. Selisih pendapat seringkali
tidak berakhir dengan perpisahan, tetapi dengan konflik lebih jauh.
Sebelum Pikiran
Maka, pikiran haruslah
dilihat sebagai pikiran. Ia bukanlah kenyataan. Mimpi haruslah dilihat sebagai
sekedar mimpi. Ia juga bukanlah kenyataan.
Sambil menyadari ini,
kita lalu bertanya, siapa atau apa ini yang sedang berpikir? Siapa atau apa ini
yang sedang bermimpi? Jika kita menjawab pertanyaan ini dengan konsep, kita
jatuh lagi ke dalam pikiran. Kita harus melepaskan pikiran, konsep dan mimpi,
supaya bisa menjawab pertanyaan ini dengan tepat.
Penderitaan dan
kebingungan bisa dilampaui, ketika kita berakar kuat di kenyataan. Keduanya
otomatis sirna, ketika mimpi dilihat sebagai semata mimpi, dan pikiran dilihat
sebagai semata pikiran. Konsep datang dan pergi. Mimpi datang dan pergi. Lalu
apa yang menetap? Siapa ini yang sedang membaca?
JM Hub Casino - Jtmhub
BalasHapusJTM Hub Casino Jomber Casino 밀양 출장마사지 is located on the beautiful Far East coast 거제 출장안마 in California's Mission Bay area and is now 삼척 출장마사지 open 영주 출장안마 24 hours a day, 토토 사이트 홍보 7 days a week.