Menari Diatas Organisasi
Kita hidup di antara beragam bentuk organisasi. Keluarga pun juga dapat dilihat sebagai organisasi. Pada tingkat terluas, kita bisa melihat beragam bentuk organisasi internasional, seperti PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) dan WHO (World Health Organization), yang memiliki lingkup kerja seluas dunia itu sendiri. Kita hampir tak bisa membayangkan hidup, tanpa adanya organisasi.
Setiap bentuk organisasi selalu memiliki dua hal, yakni tata dan tujuan. Tata berarti pola yang tetap dalam bentuk aturan maupun kebiasaan. Tujuan berarti adanya hal yang ingin dicapai, yang saat ini belum ada. Dalam arti ini, organisasi bisa berarti sekelompok orang yang memiliki tata dan tujuan, maupun seorang pribadi yang menata dirinya untuk mencapai tujuan tertentu.
Organisasi Diri
Pada tingkatnya yang paling kecil, organisasi adalah pribadi. Hidup kita adalah sebentuk organisasi. Ia memiliki tata tertentu yang membuatnya tetap ada, misalnya kita makan dan istirahat, guna memperbaiki sel-sel tubuh kita yang rusak. Kita juga mempunyai tujuan tertentu, yakni cita-cita yang ingin kita capai di masa depan.
Seorang atlit basket akan mengorganisir dirinya dengan baik. Ia akan bangun pagi, berolah raga, dan makan makanan yang bergizi. Ia akan berlatih secara rutin, tanpa merusak kesehatannya. Inilah yang dimaksud organisasi diri.
Maka dari itu, kita setidaknya mengenal dua kata, yakni organisasi dalam arti kelompok, dan organisasi dalam arti organisasi diri. Di dalam perkembangan sejarah manusia, keduanya ada untuk mengabdi satu tujuan, yakni keberlangsungan hidup. Organisasi ada untuk menjamin, bahwa manusia tetap ada dan berkembang di dalam dunia ini. Ada dua hal yang kiranya perlu diperhatikan disini.
Yang pertama, apakah orang-orang yang berada di dalam organisasi itu memiliki tujuan yang sama? Jika tidak, maka organisasi itu akan sulit berkembang, dan justru menciptakan banyak masalah baru yang sebelumnya tak ada. Yang kedua adalah mentalitas yang sama. Dalam arti ini, mentalitas adalah sikap hidup dalam bentuk kebiasaan dan pola perilaku yang sama. Orang yang malas dan rajin akan mengalami kesulitan untuk bekerja sama dalam satu organisasi.
Penyakit Organisasi
Namun, organisasi bisa jatuh ke dalam tiga kelemahan berikut. Yang pertama adalah organisasi yang berubah menjadi birokrasi. Ketika ini terjadi, organisasi akan bekerja dengan sangat lambat, dan lebih sibuk dengan urusan-urusan administratif, daripada mencoba mencapai tujuan dasar dari organisasi itu sendiri.
Organisasi semacam itu juga akan mudah sekali jatuh ke dalam korupsi. Birokrasi akan membuat sulit banyak orang. Akhirnya, mereka mencari cara untuk bergerak melampaui birokrasi tersebut, jika perlu dengan cara-cara curang. Inilah akar dari segala bentuk korupsi di dalam organisasi, yakni ketika ia menjadi sekedar mesin birokrasi tanpa jiwa, dan kehilangan arah tujuan dasarnya sendiri.
Di banyak kota di Indonesia, banyak organisasi pemerintahan telah berubah menjadi birokrasi yang korup. Untuk membuat KTP, orang harus menunggu lama. Ketika orang itu tidak sabar, ia lalu menyuap untuk mempercepat proses. Birokrasi yang absolut adalah tanah yang subur untuk korupsi.
Tanpa jiwa, organisasi akan menjadi sebentuk penjajahan atas manusia. Orang dipaksa untuk patuh, tanpa tahu, mengapa ia harus patuh. Ia dipaksa untuk berpikir dan bertindak seperti orang-orang lainnya di dalam organisasi. Inilah salah satu bahaya organisasi.
Contoh dari organisasi semacam ini adalah agama. Fundamentalisme kini menjadi penyakit akut dari banyak agama di dunia. Orang diancam dengan hukum dosa dan neraka, supaya mereka patuh pada perintah agama yang dibuat oleh orang-orang yang berniat jahat. Akhirnya, agama kehilangan dimensi spiritualnya, dan menjadi penjajah jiwa.
Namun, sekali lagi perlu ditekankan, bahwa organisasi selalu berarti dua hal, yakni organisasi kelompok dan organisasi diri. Keduanya tidak boleh dipisahkan. Ketika organisasi kelompok lebih kuat, maka peluang korupsi dan konformitas ekstrem akan semakin besar. Organisasi diri mengandaikan satu hal yang amat penting, yakni kebebasan diri untuk berpikir dan membuat keputusan.
Dengan kebebasan ini, orang tidak akan pernah terpenjara di dalam organisasi. Ia akan bisa membangun hubungan yang sehat antara diri pribadinya dengan organisasinya. Ia bisa bekerja sama, tanpa menjadi patuh buta. Ia bisa berpikir kritis dan mengajukan pertanyaan, tanpa menjadi perusak kebersamaan.
Pendek kata, ia bisa menari di atas organisasi.Kita hidup di antara beragam bentuk organisasi. Keluarga pun juga dapat dilihat sebagai organisasi. Pada tingkat terluas, kita bisa melihat beragam bentuk organisasi internasional, seperti PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) dan WHO (World Health Organization), yang memiliki lingkup kerja seluas dunia itu sendiri. Kita hampir tak bisa membayangkan hidup, tanpa adanya organisasi.
Setiap bentuk organisasi selalu memiliki dua hal, yakni tata dan tujuan. Tata berarti pola yang tetap dalam bentuk aturan maupun kebiasaan. Tujuan berarti adanya hal yang ingin dicapai, yang saat ini belum ada. Dalam arti ini, organisasi bisa berarti sekelompok orang yang memiliki tata dan tujuan, maupun seorang pribadi yang menata dirinya untuk mencapai tujuan tertentu.
Organisasi Diri
Pada tingkatnya yang paling kecil, organisasi adalah pribadi. Hidup kita adalah sebentuk organisasi. Ia memiliki tata tertentu yang membuatnya tetap ada, misalnya kita makan dan istirahat, guna memperbaiki sel-sel tubuh kita yang rusak. Kita juga mempunyai tujuan tertentu, yakni cita-cita yang ingin kita capai di masa depan.
Seorang atlit basket akan mengorganisir dirinya dengan baik. Ia akan bangun pagi, berolah raga, dan makan makanan yang bergizi. Ia akan berlatih secara rutin, tanpa merusak kesehatannya. Inilah yang dimaksud organisasi diri.
Maka dari itu, kita setidaknya mengenal dua kata, yakni organisasi dalam arti kelompok, dan organisasi dalam arti organisasi diri. Di dalam perkembangan sejarah manusia, keduanya ada untuk mengabdi satu tujuan, yakni keberlangsungan hidup. Organisasi ada untuk menjamin, bahwa manusia tetap ada dan berkembang di dalam dunia ini. Ada dua hal yang kiranya perlu diperhatikan disini.
Yang pertama, apakah orang-orang yang berada di dalam organisasi itu memiliki tujuan yang sama? Jika tidak, maka organisasi itu akan sulit berkembang, dan justru menciptakan banyak masalah baru yang sebelumnya tak ada. Yang kedua adalah mentalitas yang sama. Dalam arti ini, mentalitas adalah sikap hidup dalam bentuk kebiasaan dan pola perilaku yang sama. Orang yang malas dan rajin akan mengalami kesulitan untuk bekerja sama dalam satu organisasi.
Penyakit Organisasi
Namun, organisasi bisa jatuh ke dalam tiga kelemahan berikut. Yang pertama adalah organisasi yang berubah menjadi birokrasi. Ketika ini terjadi, organisasi akan bekerja dengan sangat lambat, dan lebih sibuk dengan urusan-urusan administratif, daripada mencoba mencapai tujuan dasar dari organisasi itu sendiri.
Organisasi semacam itu juga akan mudah sekali jatuh ke dalam korupsi. Birokrasi akan membuat sulit banyak orang. Akhirnya, mereka mencari cara untuk bergerak melampaui birokrasi tersebut, jika perlu dengan cara-cara curang. Inilah akar dari segala bentuk korupsi di dalam organisasi, yakni ketika ia menjadi sekedar mesin birokrasi tanpa jiwa, dan kehilangan arah tujuan dasarnya sendiri.
Di banyak kota di Indonesia, banyak organisasi pemerintahan telah berubah menjadi birokrasi yang korup. Untuk membuat KTP, orang harus menunggu lama. Ketika orang itu tidak sabar, ia lalu menyuap untuk mempercepat proses. Birokrasi yang absolut adalah tanah yang subur untuk korupsi.
Tanpa jiwa, organisasi akan menjadi sebentuk penjajahan atas manusia. Orang dipaksa untuk patuh, tanpa tahu, mengapa ia harus patuh. Ia dipaksa untuk berpikir dan bertindak seperti orang-orang lainnya di dalam organisasi. Inilah salah satu bahaya organisasi.
Contoh dari organisasi semacam ini adalah agama. Fundamentalisme kini menjadi penyakit akut dari banyak agama di dunia. Orang diancam dengan hukum dosa dan neraka, supaya mereka patuh pada perintah agama yang dibuat oleh orang-orang yang berniat jahat. Akhirnya, agama kehilangan dimensi spiritualnya, dan menjadi penjajah jiwa.
Namun, sekali lagi perlu ditekankan, bahwa organisasi selalu berarti dua hal, yakni organisasi kelompok dan organisasi diri. Keduanya tidak boleh dipisahkan. Ketika organisasi kelompok lebih kuat, maka peluang korupsi dan konformitas ekstrem akan semakin besar. Organisasi diri mengandaikan satu hal yang amat penting, yakni kebebasan diri untuk berpikir dan membuat keputusan.
Dengan kebebasan ini, orang tidak akan pernah terpenjara di dalam organisasi. Ia akan bisa membangun hubungan yang sehat antara diri pribadinya dengan organisasinya. Ia bisa bekerja sama, tanpa menjadi patuh buta. Ia bisa berpikir kritis dan mengajukan pertanyaan, tanpa menjadi perusak kebersamaan.
Pendek kata, ia bisa menari di atas organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar