Dibalik Tradisi Rabo Kasan
Salah
satu dari tradisi yang sudah mengakar di masyarakat kita adalah rangkaian ritual
yang populer dengan sebutan “REBO KASAN”, yaitu ritual yang dilaksanakan sekali
dalam satu tahun setiap hari Rabu akhir pada bulan Shofar, yaitu bulan kedua
dari penanggalan Hijriyah. Tradisi
Rabu Kasan dilaksanakan di bebebrapa daerah seperti Bogor, Banten dan Yogyakarta. Maksud
dari tradisi ini kurang lebih sama disetiap daerah yang melaksanakannya, yaitu untuk
memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari bala’ (musibah dan bencana).
Menurut opini yang berkembang
dimasyarakat sekitar, konon pada zaman dahulu terjadi bencana kekeringan di
sebuah desa bernama Pelaman, sebenarnya sunan Giri telah memberikan petunjuk
kalau ada sumber air yang sangat besar di sekitar Masjid Pelaman. Tetapi lama
kelamaan sumber air tadi menyusut. Kemudian Sunan Giri memberi petunjuk jika
mereka menemukan tempat yang banyak tumbuh pepohonan maka akan ada sumber air
disana. Setelah beberapa lama mencari, akhirnya mereka menemukan tempat
tersebut disebuah desa bernama Pongangan. Dari sinilah perayaan Rebo Kasan ada
karena hari ditemukannya sumber tersebut dan selesainya pembangunan masjid yang
semula ada di desa Pelaman jatuh pada hari Rebo Pungkasan di bulan Safar.
Istilah Rebo Kasan sendiri terjadi selisih pendapat.
Sebagian mengasumsikan kata kasan merupakan penggalan dari kata Pungkasan yang
berarti akhir dengan mambuang suku kata depan menjadi kasan Teori ini
lebih mudah dimengerti. sebab Rebo Kasan adalah hari rabu yang terakhir dari
bulan Sapar atau Shofar, bulan kedua dari penanggalan hijriyyah.
Sebagian yang lain memahami kata Kasan merupakan
penggalan dari kata Wekasan yang dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti Pesanan,
Berangkat dari teori ini istilah Rebo Kasan berarti hari Rebo yang
spesial tidak seperti hari-hari Rabo yang lain. Seperti barang pesanan
yang dibikin secara husus dan tidak dijual kepada semua orang. Kesimpulan ini
bisa dipahami oleh karena Rebo Kasan memang hanya terjadi sekali dalam setahun
dimana para sesepuh manti–manti (wekas) agar hati-hati pada hari itu.
Selain kedua versi tersebut, ada satu lagi yang
mengasumsikan kata kasan dari kata bahasa arab yaitu hasan yang berarti
baik. Kata kasan adalah kata yang utuh bukan penggalan dari kata lain.
Walaupun penalaranya agak sedikit rumit akan tetapi tampak paling
mendekati benar karena asumsi yang dipakai keutuhan kalimatnya bukan penggalan
dari kalimat lain.
Barangkali kata kasan yang berarti baik sengaja
dibubuhkan untuk memberi sugesti pada umat atau masyarakat agar tidak terlalu
cemas dengan gambaran yang ada pada hari Rebo Kasan tersebut.
Asal Mula Ritual Rebo Kasan
Asal Mula Ritual Rebo Kasan
Disebutkan
dalam banyak sumber dari referensi Islam Klasik bahwa salah seorang Waliyulloh
yang telah mencapai makom kasyaf (mendapatkan ilmu tentang sesuatu yang sulit
dimengerti orang lain seperti hal–hal gaib) mengatakan bahwa dalam setiap tahun
Alloh SWT menurunkan bala’ sebanyak 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) macam
dalam satu malam. Malam itu bertepatan setiap malam Rebo akhir dari bulan
Shofar.
Oleh
karena itu Wali tersebut memberi nasahat mengajak pada umat untuk bertaqorrub
pada Alloh seraya meminta agar dijauhkan dari semua bala’ yang diturunkan pada
hari itu. Lebih jauh beliau memberi tuntunan tatacara bertaqorrub dengan
rangkaian do’a-do’a yang dalam istilah jawa lebih dikenal sebagai do’a tolak
bala. Pada intinya rangakian doa itu diberikan oleh para wali-wali Alloh
sebagai upaya memohon kepada Alloh untuk diberikan keselamatan dan di jauhkan
dari semua macam bala yang diturunkan pada hari itu. Tata cara dan bentuk do’a
yang diberikanpun berbeda – beda dari satu guru keguru yang lain.
Inilah
asal muasal ritual Rebo Kasan yang mengakar dan di lakukan oleh masyarakat dari
generasi ke generasi.
Bentuk Ritual
Bentuk ritual rebo
kasan yang banyak dilakukan meliputi empat macam, yaitu : Sholat yang
populer di masyarakat dengan sebutan sholat tolak bala atau sholat rebo kasan,
doa kemudian minum air jimat dan yang keempat selamatan. Berikut ini kupasan keempat
macam ritual tersebut akan teteapi oleh karena pembahasan sholat cukup panjang
maka kupasannya kami posisikan paling belakang.
a. Do’a
Diantara
do’a-do’a yang banyak dibaca pada hari Rebu Kasan adalah rangkaian do’a
seperti yang terdapat pada kitab Kanzun Najah karya Abdul Hamid Kudus halaman
26, dan pada kitab-kitab yang lain. Meskipun silsilah do’a itu sendiri disusun
oleh siapa sejauh ini belum dapat ditelusuri dengan pasti, namun demikian
melihat lafal dan makna dari do’a itu sendiri tidak ada yang pelu diperdebatkan
panjang. Persolannya kembali pada persoalan klasik seputar hukum tawassul dan
Do’a Bighoiril Ma’tsur yang kajianya sudah banyak dilakukan.
b. Minum air azimat
Disebutkan
dalam kitab Nihayatuz Zain karya imam Nawawi Aljawi Albantani yang merupakan
syarah atau penjelasan dari kitab matan Fiqih Qurrotul ‘Ain, barang siapa
yang menulis ayat salamah tujuh yaitu tujuh ayat Alqur’an yang diawali dengan
lafal Salaamun : “Salaamun Qoulammirrobirrohim, Salaamun ‘ala nuhin fil’alamin,
Salaamun ‘ala ibrohiim, Salaamun ‘ala musa wa harun, Salaamun ‘ala ilyasin,
Salaamun ‘alaikum thibtum fadkhuluha kholidin, Salaamun hiya hatta
mathla’il fajr.” Kemudian tulisan tersebut dilebur/direndam dengan air, maka
barang siapa yang mau meminum air tersebut akan diselamatkan dari
baliyyah/bala’ yang diturunkan.
c. Selamatan
Pada
sebagian masyarakat disamping ritual-ritual diatas dilakukan pula selamatan
dengan membagikan nasi pada tetangga dan saudara. Disebagian daerah nasi itu
dibawa ke suatu tempat seperti Masjid atau Musholla untuk dinikmati
bersama-sama. Mereka yang tidak mampu membuat nasi cukup membawa jajan
atau minuman. Semua itu dilakukan sebagai bentuk taqorrub dengan mengeluarakan
sebagian haknya/shodaqoh didasari harapan diselamatkan dari segala bentuk bala’
dengan sodaqohnya. Sesuai dengan tuntunan yang artinya bahwa Sodaqoh itu dapat
menangkal turunya bala’.
d. Sholat Sunnah
Pada
dasarnya sholat yang khusus untuk Rabu Kasan atau sholat tolak bala tidak ada
dalam literatur islam, seperti halnya sholat roghoib dan semacamnya. Hal ini
berbeda dengan ritual-ritual yang lain seperti do’a, dzikir dan lain sebagainya
dimana pada selain sholat bisa diakomodir bentuk-bentuk baru yang belum dikenal
sebelumnya. Sedang sholat segala sesuatunya sudah ditentukan dari mulai
tatacara sholat sampai jenis-jenis atau macam-macam sholat. Dengan kata lain
dalam sholat tidak ada ruang inovasi baru baik dalam tata cara maupun
macam-macamnya.
Tradisi Rabo Khasan ini sebenarnya merupakan bentuk
pengharapan masyarakat supaya mendapat keselamatan dalam menjalani hidup dan
tradisi ini pun penuh dengan makna social dan budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar