Mengapa Indonesia Miskin?
Mengapa Indonesia miskin? Padahal, jumlah rakyatnya
banyak. Banyak yang berbakat, cerdas dan mau bekerja keras untuk
mengembangkan diri dan bangsanya. Kekayaan alam pun berlimpah ruah.
Kita memiliki minyak, gas dan beragam logam sebagai sumber
daya alam yang siap untuk diolah. Kita memiliki tanah yang subur yang
siap ditanami beragam jenis tanaman. Kita memiliki hutan yang luas yang
bisa memberikan udara segar tidak hanya untuk bangsa kita, tetapi untuk
seluruh dunia. Akan tetapi, mengapa kita masih miskin, walaupun kita
memiliki itu semua?
Keadaan Kita
Di satu sisi, banyak orang kesulitan untuk mencari
pekerjaan yang layak. Mereka harus menerima fakta, bahwa pekerjaan
mereka bersifat sementara. Mereka bisa dipecat sewaktu-waktu. Gajinya
pun tidak layak untuk memberikan kehidupan yang layak.
Banyak juga orang yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
dasar mereka. Mereka kesulitan mencari makan, sandang dan papan yang
layak untuk manusia. Banyak juga keluarga yang hidup di dalam kemiskinan
akut. Mereka tidak hanya mengalami kesulitan ekonomi berat, tetapi juga
kerap kali sakit secara fisik.
Di sisi lain, ada orang-orang yang hidup dengan amat
berkelimpahan. Gaji mereka puluhan bahkan ratusan juta setiap bulannya.
Mereka hidup di rumah-rumah besar, seperti yang bisa kita lihat di
berbagai perumahan mewah di berbagai kota di Indonesia. Mereka
menggunakan mobil mewah setiap harinya.
Mereka berbelanja di mall-mall besar. Mereka berwisata ke
“negara-negara mahal” setiap tahunnya. Keadaan ini kontras berbeda
dengan keadaan kelompok lainnya yang hidup dalam kemiskinan akut.
Kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin begitu besar dan begitu
terasa di Indonesia.
Jika ini dibiarkan, maka hidup bersama akan menjadi sulit.
Keadaan hidup sehari-hari akan dipenuhi ketegangan, kecurigaan dan rasa
takut antar warga. Kriminalitas meningkat. Dan sangatlah mungkin, bahwa
kekerasan akan meledak di tingkat politik, misalnya dalam bentuk
revolusi berdarah.
Lembaga dan Mentalitas
Yang mendorong suatu negara berkembang adalah kualitas
lembaga publiknya, seperti berbagai lembaga pemerintah, penegak hukum,
parlemennya, militer dan lembaga pendidikan. Mereka adalah lembaga yang
dibiayai dengan uang rakyat, yakni pajak, dan bekerja untuk kepentingan
seluruh rakyat, tanpa kecuali. Mereka bertanggungjawab untuk
kesejahteraan publik rakyat Indonesia. Mereka adalah motor pembangunan.
Di Indonesia, lembaga-lembaga publik ini tidak bekerja
dengan baik. Mayoritas dipenuhi korupsi. Uang rakyat digunakan untuk
keperluan pribadi ataupun golongan semata. Akibatnya, banyak program
untuk pengembangan kesejahteraan bersama tidak berjalan.
Lembaga-lembaga ini telah mengkhianati kepercayaan rakyat.
Mereka mengingkari alasan keberadaannya, yakni demi kesejahteraan
rakyat. Padahal, pimpinan-pimpinan utama mereka dipilih langsung oleh
rakyat. Mengapa ini bisa terjadi?
Di berbagai negara yang makmur, lembaga publik berkembang
lintas generasi. Mereka sudah diciptakan sejak ratusan tahun yang lalu.
Banyak hal telah dipelajari, sehingga kini mereka bisa berfungsi dengan
relatif baik. Ada mentalitas dan budaya yang sudah tercipta di dalam
berbagai lembaga publik tersebut, yang mendukung proses-proses kerja
mereka.
Ini tidak terjadi di Indonesia. Lembaga-lembaga publik di
Indonesia masih amat muda. Mereka tidak punya tradisi yang berkembang
lintas generasi, seperti yang ditemukan di berbagai negara makmur.
Mentalitas dan budaya lembaga yang ada hancur, akibat penjajahan selama
ratusan tahun oleh Belanda, Inggris, Spanyol, Portugis dan Jepang, serta
juga oleh Orde Baru Suharto.
Penjajahan telah merusak budaya dan mentalitas di
Indonesia. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak
negara Afrika dan Amerika Latin. Jejak-jejak penjajahan masa lalu yang
dipenuhi kekerasan, perbudakan, penipuan, penghisapan, pembunuhan massal
serta penghancuran tata nilai masih mempengaruhi kehidupan saat ini.
Kehancuran budaya dan mentalitas ini pula yang membuat banyak lembaga
publik di Indonesia dan di berbagai negara tersebut cacat.
Penjajahan Asing
Sejujurnya, penjajahan asing belum berakhir di Indonesia.
Infrastruktur ekonomi dan budaya kita masih amat tergantung sama asing.
Mayoritas perusahaan besar yang mempengaruhi kehidupan masyarakat
Indonesia masih dimiliki oleh asing. Perjanjian kerja yang dibuat antara
pemerintah dan berbagai perusahaan asing tersebut juga kerap kali tidak
adil.
Banyak perusahaan asing mendirikan pabrik dan kantor di
Indonesia. Mereka memanfaatkan standar gaji dan perlindungan pekerja
yang rendah di Indonesia. Di beberapa tempat, mereka menggunakan
kekerasan untuk menekan para pekerja. Para penegak hukum Indonesia
disuap untuk diam, dan bahkan mendukung kekerasan yang terjadi.
Beragam pengolahan sumber daya alam juga masih dikuasai
oleh pihak asing. Manajemen puncak masih dipegang oleh orang-orang
asing. Mayoritas pekerja Indonesia hanya menjadi manajer rendah atau
pesuruh belaka, walaupun kemampuan mereka setingkat dengan para pekerja
asing, atau bahkan lebih baik. Perjanjian kerja yang dibuat antara
beragam perusahaan asing dan pemerintah Indonesia pun kerap kali juga
tidak adil.
Yang lebih mengherankan lagi adalah soal struktur mata
uang. Mengapa orang Eropa bisa dengan mudah liburan ke Indonesia,
sementara kita sulit sekali untuk liburan ke Eropa? Yang jelas, mereka
tidak lebih cerdas ataupun rajin, jika dibandingkan dengan orang
Indonesia. Ini terjadi, karena struktur mata uang dunia yang tidak adil.
Saya masih heran sampai sekarang dengan struktur mata uang
tersebut. Jika diperhatikan dengan jeli, ini adalah sistem warisan masa
penjajahan dahulu, ketika bangsa-bangsa Eropa secara agresif menyerbu
berbagai negara lain di dunia. Sistem mata uang dunia adalah sistem yang
secara inheren tidak adil dan berbau penjajahan serta penindasan. Ini
memberikan kerugian yang amat besar untuk Indonesia, sekaligus
keuntungan yang berlimpah ruah untuk negara-negara Eropa dan Amerika
Serikat.
Tata nilai kita juga kabur, akibat dominasi asing yang
begitu kuat. Di satu sisi, banyak orang yang lebih bangga bergaya hidup
Amerika dan Eropa, daripada menghayati nilai budaya tempat asalnya. Di
sisi lain, banyak orang yang meniru budaya Arab, supaya kelihatan lebih
saleh dan suci, walaupun sebenarnya dipenuhi kemunafikan. Kebingungan
identitas antara budaya lokal Indonesia, budaya Arab Timur Tengah serta
budaya AS dan Eropa ini berdampak luas, terutama dalam soal tata nilai
yang menjadi dasar dari tindakan sehari-hari kita di Indonesia.
Tersangka koruptor tiba-tiba menggunakan jilbab, ketika
disidang. Ayat-ayat agama digunakan untuk menindas dan merugikan orang
lain. Orang tergila-gila dengan merk asing, walaupun harganya sangat
tidak masuk akal, dan mutunya biasa-biasa saja. Orang rela jadi budak
asing, supaya dapat uang receh, suap ataupun cipratan hasil korupsi.
Kerancuan tata nilai tersebut menciptakan kebingungan di
banyak bidang, termasuk lembaga-lembaga publik kita. Tekanan suap dari
pihak asing dan dominasi budaya yang dipenuhi kemunafikan membuat
beragam lembaga publik kita tersendat. Tak heran, kita tetap “miskin”,
walaupun sebenarnya kita kaya, amat sangat kaya. Kemiskinan akut di
tengah “surga” dengan kekayaan melimpah bernama Indonesia, ironis bukan?
Mengapa Kita “Miskin”?
Sebagai bangsa, kita tetap “miskin”, karena lembaga publik
kita tidak memiliki mentalitas dan budaya yang cocok untuk melayani
rakyatnya. Kita juga hidup dalam bayang-bayang asing, baik dalam tingkat
politik, ekonomi maupun tata nilai (Barat dan Timur Tengah). Secara
kualitatif, mutu berpikir dan kemauan bekerja orang Indonesia setara
dengan beragam negara lainnya, bahkan mungkin lebih baik dalam banyak
hal. Jika kita bisa “memaksa” lembaga publik kita untuk menjalankan
fungsinya sebaik mungkin, dan bersikap kritis terhadap beragam pengaruh
asing yang masuk, maka jalan menuju keadilan dan kemakmuran bersama di
Indonesia terbuka luas.
Tunggu apa lagi?
Lucky Club Casino Site 2021 - Lucky Club
BalasHapusLucky Club is a brand new online casino launched in luckyclub 2011 and has now become one of the fastest growing casinos worldwide. The site has 536 games,