PAST
Iseng-iseng buka FB yang udah jadul, berdebu, ada sarang laba-labanya, tak terjamah jemari tangan pemiliknya ini. Dan tanpa sengaja, membuka catatan, dan.. eng ing eng! Saya menemukan beberapa puisi jadul yang saya buat kisaran tahun 2011-2012. Berikut puisi-puisi jadul, alay, aneh bin lebay itu. XD
Hanya Bayangan
Sekelabut gumpalan hitam terhampar diatas teriknya matahari. Berkelana liar mengikuti arah tetapannya. Menghadang cahaya demi mendapat kehidupan yang terkamuflase. Hingga bulatan kuning itu semakin lama semakin mematut. Pancarkan lembayung yang sungguh mempesona.
Hitam tetaplah hitam. Dan hitam tak akan menjadi putih. Begitupun sebaliknya. Hanya siluet itu yang dapat aku ingat. Fana sekali. Berdiri kokoh diantara rimbunan ilalang yang bergerak lembut membelah keheningan senja. Diiringi orkes bisingan burung yang berkicau merdu. Itu yang terakhir dan tak akan terlihat.
Wiragaku rasakan letih yang teramat. Wirasaku lelah berkutat dengan fatamorgana semu. Biarkan aku ungkapkan semuanya lewat sebaris puisi, bila lidah ini tak bisa ungkapkannya.
Malam ini, langit tampak gelap. Tak ada satupupun cahaya bintang yang menghiasi. Melambangkan sebuah kesepian yang teramat mendalam. Hanya bulan yang tetap terjaga. Yah, bulan memang tidak pernah berbohong.
12 Mei 2012
Cinta ala seorang Sekretaris?
Seribu malam telah terlewati
Besama kumpulan angan yang membinasakan
Tapi mengapa langit, kau masih menyembukan rembulan?
Kau sirnakan cahyanya dibalik kelabu
Hanya bintang yang mensohorkan dirinya di jagat langit
Tanpa pendamping yang menyandangnya
Aku lihat dirimu dibalik dinding ruang berkamar
Terduduk diam di kursi tamu yang hening
Seakan angin melonjakkan hatiku
Mengetuknya seperti alunan mesin TIK manual yang bersejarah
Mataku melukiskan sebuah senyum pada lembaran kertas HVS
Mengarsipkannya secara rapi pada lemari warkat yang kokoh
Mengurutkan tiap detik abadi dirimu dengan sistem tanggal
Duhai, indahnya
Hatiku mengisyaratkan sebuah kode dengan tulisan stenografi
Helaian tinta merah meliuk indah menari-nari
Mengiringi tiap kata yang terjungkal
Aku hanya seorang sekretaris biasa
Yah, hanya itu
Amplop akordionpun telah siap menjaga surat kecil untukmu
Dengan amat hati-hati aku masukkan surat block style kedalamnya
Rapi, dan lengkap dengan alamat yang akan dituju
Tanpa kedekatan, tak akan terjalin kumunikasi yang baik
Aku ingin, kau menjadi kolegaku
bekerja sama dengan hubungan horizontal yang baik
Bersama-sama menjalankan aktivitas dalam gedung statis
Binar itu begitu mengetuk
Mengkamuflasekan tiap rasa pada geraknya
Daunpun seakan selidik mengintip celah pada jurang
Ah, yasudahlah mungkin hanya mimpi
Besama kumpulan angan yang membinasakan
Tapi mengapa langit, kau masih menyembukan rembulan?
Kau sirnakan cahyanya dibalik kelabu
Hanya bintang yang mensohorkan dirinya di jagat langit
Tanpa pendamping yang menyandangnya
Aku lihat dirimu dibalik dinding ruang berkamar
Terduduk diam di kursi tamu yang hening
Seakan angin melonjakkan hatiku
Mengetuknya seperti alunan mesin TIK manual yang bersejarah
Mataku melukiskan sebuah senyum pada lembaran kertas HVS
Mengarsipkannya secara rapi pada lemari warkat yang kokoh
Mengurutkan tiap detik abadi dirimu dengan sistem tanggal
Duhai, indahnya
Hatiku mengisyaratkan sebuah kode dengan tulisan stenografi
Helaian tinta merah meliuk indah menari-nari
Mengiringi tiap kata yang terjungkal
Aku hanya seorang sekretaris biasa
Yah, hanya itu
Amplop akordionpun telah siap menjaga surat kecil untukmu
Dengan amat hati-hati aku masukkan surat block style kedalamnya
Rapi, dan lengkap dengan alamat yang akan dituju
Tanpa kedekatan, tak akan terjalin kumunikasi yang baik
Aku ingin, kau menjadi kolegaku
bekerja sama dengan hubungan horizontal yang baik
Bersama-sama menjalankan aktivitas dalam gedung statis
Binar itu begitu mengetuk
Mengkamuflasekan tiap rasa pada geraknya
Daunpun seakan selidik mengintip celah pada jurang
Ah, yasudahlah mungkin hanya mimpi
12 Juli 2011
Without Caption
Tidak mudah bagiku
Melepas sebuah senyum ke udara
Membiarkannya bebas melayang
Mengisi setiap celah-celah yang kosong
Dulu, kita pernah mengubur harap
Bagi masa depan, bukan masa lalu
Aku ingin, harap ini bukan sekedar harap
Ya, ku harap
Waktu, bermalas-malasanlah
Biarkan detik berhenti berdenting
Kala, jangan kau gulirkan masamu
Ketika dua bola pijar itu bertemu
Dalam satu lurus
Aku harap, kau sedang melukis sebuah senyum
Untukku..
Hatiku tak berhenti berdentang
Mengantri untuk sekedar menabur bahagia di raut
Oh Tuhan, jangan biarkan ini berakhir
Lewatkanlah masa sulit dilain waktu
Kita, tidak akan bisa melihat pelangi
Tanpa hujan
Tapi, sekarang aku bisa melihat pelangi
Dimalam hari
Bintang dan bulan merajutnya untukku
Oh, indahnya
Melepas sebuah senyum ke udara
Membiarkannya bebas melayang
Mengisi setiap celah-celah yang kosong
Dulu, kita pernah mengubur harap
Bagi masa depan, bukan masa lalu
Aku ingin, harap ini bukan sekedar harap
Ya, ku harap
Waktu, bermalas-malasanlah
Biarkan detik berhenti berdenting
Kala, jangan kau gulirkan masamu
Ketika dua bola pijar itu bertemu
Dalam satu lurus
Aku harap, kau sedang melukis sebuah senyum
Untukku..
Hatiku tak berhenti berdentang
Mengantri untuk sekedar menabur bahagia di raut
Oh Tuhan, jangan biarkan ini berakhir
Lewatkanlah masa sulit dilain waktu
Kita, tidak akan bisa melihat pelangi
Tanpa hujan
Tapi, sekarang aku bisa melihat pelangi
Dimalam hari
Bintang dan bulan merajutnya untukku
Oh, indahnya
06 Juni 2012
Logika-hati
Dapatkah Aku melewati batas toleransiku?
Logikaku menolak.
Tapi hati kecilku tak dapat berbohong.
Perasaanku padanya, seperti candu.
Sangat sulit untuk kulupakan.
Ingin Aku kubur dalam-dalam.
Namun, ia menyeruak keluar.
Berdesak-desakan dengan logika yang mengingatkan untuk tetap bertahan dengan situasi sekarang.
Sekuat apapun, aku melempar kenangan masa lalu.
Sekencang itu pula ia akan menyeruak kembali dalam ingatanku.
Tak adakah rumus pasti tentang rasa?
Mengapa ia berubah begitu cepatnya.
Mungkin benar, jika benci itu berarti benar-benar cinta.
Namun, Aku terlalu awam untuk mendeskripsikannya.
Ternyata takdir justru menjadikannya sebagai kenangan.
Penanda awal sebuah kehidupan baru.
Sebuah kejutan tak terduga, serupa uluran tangan yang menggapai saat nyaris tenggelam.
Dan, jadilah ia serupa benih yang menenukan matahari.
19 Mei 2012
Antara ingin tertawa, menutup wajah atau mual membaca sebagian puisi abal-abal yang tidak jelas ini. Ternyata, jaman dahulu saya itu sangatlah alay dan lebay, yah. tak menyangka separah dan seakut itu. Tapi, tak apa, sekedar untuk bernostalgia, hehe. maafkan saya yang seperti itu, maklum-lah, masa SMA, masa dimana masih mencari-cari jati diri, hehe. silahkan tertawa!
*Foto diatas is taken on 27 Februari 2012. -Tragedi sepatu jebol, di sarudug embe dan jalan kaki berseri-seri.
Logikaku menolak.
Tapi hati kecilku tak dapat berbohong.
Perasaanku padanya, seperti candu.
Sangat sulit untuk kulupakan.
Ingin Aku kubur dalam-dalam.
Namun, ia menyeruak keluar.
Berdesak-desakan dengan logika yang mengingatkan untuk tetap bertahan dengan situasi sekarang.
Sekuat apapun, aku melempar kenangan masa lalu.
Sekencang itu pula ia akan menyeruak kembali dalam ingatanku.
Tak adakah rumus pasti tentang rasa?
Mengapa ia berubah begitu cepatnya.
Mungkin benar, jika benci itu berarti benar-benar cinta.
Namun, Aku terlalu awam untuk mendeskripsikannya.
Ternyata takdir justru menjadikannya sebagai kenangan.
Penanda awal sebuah kehidupan baru.
Sebuah kejutan tak terduga, serupa uluran tangan yang menggapai saat nyaris tenggelam.
Dan, jadilah ia serupa benih yang menenukan matahari.
19 Mei 2012
Antara ingin tertawa, menutup wajah atau mual membaca sebagian puisi abal-abal yang tidak jelas ini. Ternyata, jaman dahulu saya itu sangatlah alay dan lebay, yah. tak menyangka separah dan seakut itu. Tapi, tak apa, sekedar untuk bernostalgia, hehe. maafkan saya yang seperti itu, maklum-lah, masa SMA, masa dimana masih mencari-cari jati diri, hehe. silahkan tertawa!
*Foto diatas is taken on 27 Februari 2012. -Tragedi sepatu jebol, di sarudug embe dan jalan kaki berseri-seri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar