Filosofi Kopi (Dewi Lestari)
Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah Ia bermakna
apabila tak ada jeda?
Dapatkah Ia dimengerti jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak?
Dan saling menyayang bila ada ruang?
Kasih sayang akan membawa dua orang makin berdekatan, tapi Ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.
Dapatkah Ia dimengerti jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak?
Dan saling menyayang bila ada ruang?
Kasih sayang akan membawa dua orang makin berdekatan, tapi Ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.
Nafas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi.
Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali.
Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah.
Jadi jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.
Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat, janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.
Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.
”Suratmu itu tidak akan pernah terkirim, karena
sebenarnya kamu hanya ingin berbicara kepada diri sendiri. Kamu ingin
berdiskusi dengan angin, dengan wangi sebelas tangkai sedap malam yang kamu
beli dari tukang bunga berwajah memelas, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan,
dengan malam, dengan detik jam… tentang dia.”
“Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah
begini adanya”
“Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua.
Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan”
“Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam,
memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia.
Kamu, tidak terkecuali.”
“…membuka diri tidak sama dengan menyerahkan”
“Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap
punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan. Dan disanalah kehebatan
kopi tiwus, memberikan sisi pahit yang membuatmu melangkah mundur dan
berfikir”.
“Bertambahnya usia bukan berarti kita paham
segalanya”
“Atau mungkin, ketika sebuah keajaiban mampu
menguak kekeruhan ini, jadilah ia semacam mercu suar, kompas, bintang
selatan…yang menunjukkan jalan pulang bagi hatimu untuk, akhirnya menemuiku”
Dewi Lestari (Dee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar